Pedoman Media Siber

Media Siber adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan PP No. 5 tahun 2021 tentang penyelenggara perizinan yang ditetapkan oleh Online Single Submission (OSS). Isi dari media siber adalah segala yang dibuat atau dipublikasikan oleh penggunanya antara lain artikel, gambar, komentar, suara, video, dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber, seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa, dan bentuk lain.

Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan Kemerdekaan media syiber adalah Hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Deklarasi Unuversal Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Keberadaan media siber di Indonesia merupakan bagian dari kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers.Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode etik jurnalistik. Untuk itu Dewan Pers bersama organisasi pers, pengelola media siber, dan masyarakat menyusun Pedoman Media Siber. Adanya pedoman itu didasarkan pada banyaknya keluhan dari kalangan media yang meminta adanya panduan bersama dalam pengelolaan media siber. Perkembangan media siber yang semakin pesat belakangan ini di Indonesia yang mengedepankan kecepatan, interaksi, dan kelugasan ikut menjadi faktor pendorong lainnya dalam penyusunan pedoman tersebut.

Pemberitaan di media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai isi buatan pengguna dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode etik jurnalistik. Pedoman media siber ini ditandatangani oleh Dewan Pers dan Komunitas Pers di Jakarta pada 3 Februari 2012. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Perizinan Berusaha Berbasis Resiko (JDIH BPK RI).

Pencabutan berita dalam media siber dapat terjadi apabila berita yang sudah dipublikasikan terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers. Pencabutan berita tidak dapat dilakukan karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi. Dalam pedoman media siber diatur persyaratan-persyaratan penyelenggara pemberitaan media siber, diantaranya mengenai verifikasi dan keberimbangan berita, isi buatan pengguna, ralat, koreksi, dan hak jawab, pencabutan, iklan, hak cipta, pencantuman pedoman dan sengketa.

  1. Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak, pengalaman traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.
  2. Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang telah dicabut.
  3. Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik.

Persyaratan tentang media siber telah disahkan dan ditandatangani oleh Dewan Pers dan Komunitas Media massa di Jakarta pada tanggal 3 Februari 2012 di Gedung Dewan Pers. Pedoman pemberitaan itu dibuat agar pengelolaan media siber dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, pengelola media siber, dan masyarakat. Persyaratan tersebut selanjutnya dinamakan Pedoman Media Siber dan berlaku bagi seluruh penyelenggara media siber agar dapat memenuhi persyaratan sesuai dengan Undang-undang Pers dan Standar Perusahaan Pers. Dalam penyusunannya, pedoman tersebut sudah melalui pembahasan selama 4 bulan dengan 6 kali diskusi publik, dan 2 kali uji publik di Jakarta dan Yogyakarta.  Pembahasan tersebut melibatkan banyak pihak, yakni unsur asosiasi media, kalangan kampus, dan pihak swasta. Selanjutnya, pedoman media siber akan mengalami evaluasi setiap dua tahun sekali terhitung sejak tahun peresmiannya.